Kekaguman ciptaan Tuhan yang mulia dijumpai secara luas dipulau acipilago dari kedalam laut dan sumberdayanya (coastroal), dari dataran (terasterial) hingga puncak yang tinggi (alpin)  yang diamanahkan pada tiap daerah dengan keunikan dan kemasyuran yang berbeba-beda pula. Lantas bagaimana manusia yang berhubungan langsung dengan sumber-sumber tersebut mulai dari pemerintah, swasta, masyarakat bahkan masyarakat lokal -hukum adat.

Sebagai negara agraris dan kepulauan maka pentingnya menjaling konektifitas dalam membangun kemajemukan yang kompleks dan rumit. Pulau-pulau yang dihuni dengan beragam suku budaya dan agama. Maka tidaklah etis dipandang sepihak berdasar konteks paham maupun kelempok yang lebih unggul. Sebab sesungguhnya dari banyak bahasa dan suku disinilah dapat dilihat bahwa negara ini merupakan gabungan dari kelempok minoritas yang diikat dalam kebinekaan sebagai falsafah dasar yang harus hidup dalam kesadaran totalitas segenap manusia kepulaun sebagai suatu kesatuan bangsa.

Natur alami disuguhkan dengan bentangan alam yang begitu lengkap dikota Palu pusat Ibukota Sulawesi Tengah, dari pegunungan yang tinggi, lembah,  dataran tanah gersang seperti, tanjung,  dan masih terdapat pantai sepanjang pantai Talise yang dihuni oleh buaya muara , sepanjang pantai di Kota Palu hingga  sepanjang sungai Palu dari muara sampai kecamatan Tawanjuka. Buaya ini telah hidup begitu dekat dengan manusia yang berada disepanjang sungai Palu dan belum terjadi konflik yang dipicu oleh buaya.

Nah lembah Palu dan sekitarnya mulanya dihuni oleh suku Kaili yang tersebebar berdasarkan geneologis dan kewilayahannya masing-masing. Suku Kaili1 adalah suku bangsa di Indonesia yang mendiami sebagian besar dari Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya wilayah Kabupaten DonggalaKabupaten Sigi, dan Kota Palu, di seluruh daerah di lembah antara Gunung Gawalise, Gunung Nokilalaki, Kulawi, dan Gunung Raranggonau. Mereka juga menghuni wilayah pantai timur Sulawesi Tengah, meliputi Kabupaten Parigi-Moutong, Kabupaten Tojo-Una Una dan Kabupaten Poso. Masyarakat suku Kaili mendiami kampung/desa di Teluk Tomini yaitu Tinombo,Moutong,Parigi, Sausu, Ampana, Tojo dan Una Una, sedang di Kabupaten Poso mereka mendiami daerah Mapane, Uekuli dan pesisir Pantai Poso. Untuk menyatakan "orang Kaili" disebut dalam bahasa Kaili dengan menggunakan awalan "To" yaitu To Kaili.

Ada beberapa pendapat yang mengemukakan etimologi dari kata Kaili, salah satunya menyebutkan bahwa kata yang menjadi nama suku Kaili ini berasal dari nama pohon dan buah Kaili yang umumnya tumbuh di hutan-hutan di kawasan daerah ini, terutama di tepi Sungai Palu dan Teluk Palu. Pada zaman dulu, tepi pantai Teluk Palu letaknya menjorok l.k. 34 km dari letak pantai sekarang, yaitu di Kampung Bangga. Sebagai buktinya, di daerah Bobo sampai ke Bangga banyak ditemukan karang dan rerumputan pantai/laut. Bahkan di sana ada sebuah sumur yang airnya pasang pada saat air di laut sedang pasang demikian juga akan surut pada saat air laut surut. Menurut cerita (tutura), dahulu kala, di tepi pantai dekat Kampung Bangga tumbuh sebatang pohon kaili yang tumbuh menjulang tinggi. Pohon ini menjadi arah atau panduan bagi pelaut atau nelayan yang memasuki Teluk Palu untuk menuju pelabuhan pada saat itu, Bangga.
 
Suku Kalili atau etnik Kaili, merupakan salah satu etnik dengan yang memiliki rumpun etnik sendiri. Untuk penyebutannya, suku Kaili disebut etnik kaili, sementara rumpun suku kaili lebih dari 30 rumpun suku, seperti, rumpun kaili rai, rumpun kaili ledo, rumpun kaili ija, rumpun kaili moma, rumpun kaili da'a, rumpun kaili unde, rumpun kaili inde, rumpun kaili tara, rumpun kaili bare'e, rumpun kaili doi, rumpun kaili torai, dll.

1. https://www.wikiwand.com/id/Suku_Kaili#/Budaya