Latar Belakang

Apakah mengambil nyawa manusia adalah sesuatu yang wajar bagi hukuman buatan manusia. Mari kita bicara bersama. Kehidupan dihasilkan secara alami dengan kuasa Allah, teknologi dan ilmu pengetuan paling tidak telah menemukan parsial rahasia Allah tentang regenelisasi yang kita jumpa selama pendidikan disekolah atau cerita-cerita pengetahuan local. Namun kita tahu bahwa kehidupan tetap ada diluar batas akal dan nalar kita sehingga kematian haruslah juga demikian, musibah atau batas yang tidak dapat dipastikan tidak dapat dipahami bentang saintiknya. Pembuktian tentang asal mula kehidupan dari sudut pandang ilmu dan sains telah menerjang wabah terbesar golongan manusia yang bertolak dari siapa pemilik kehidupan dan berhak ultimatum atas kehidupan. Dalam keyakinan umat bergarama Allahlah yang berdaulat atas kehidupan, sehi ngga ketika musibah, pergolokkan kemanusiaan tidak ada satu manusiapun yang menilik gesekkan dirinya dalam institusi /kelompok yang terorganisir untuk mengambil nyama manusia yang  diyakini mahkluk istimewa karya dan rupa Allah, selain atas kehendak dan kedaulatan Allah.

HAM dan Prinsipnya

Lazimnya kita dengan mudahnya menjustifikasi kita berhak atas kehidupan pribadi kita masing-masing, dari mana pemahaman seperti ini menelisik. Setelah dalam perkembangan dan perubahan peradaban kemanusian muncullah hak asasi,  hak individualitas, manusia berhak atas hak hidup, hak berbicara dan menyempaikan pendapat/berbicara, kekebasan beragamana dan kebebasan bekumpul/berserikat sepanjang itu menghargai kemanusian lainnya. Sesuai dengan Konvegen internasional berdasarkan Resolusi 2200A (XXI) pada tanggal 16 Desember 1966 berlaku sejak tanggal 23 Maret yang mewajibakan semua bangsa dan elemen kemanusian agar dapat menjunjung tinggi hak dan kebebasan manusia sepanjang hak-hak ekonomi, social dan budaya dipertahnakan adil dan bertanggung jawab.
Prinsip universal pengakuan, ratifikasi dan piagam terhadap kemanusian muncul karena sepak terjang kehancuran nilai kemanusiaan yang masih dipandang sebagai objek politis dalam berbagai kepentingan masa lalu, alat propaganda kekuasaan, penjarahan secara sistematik, sel-sel manifestasi dan pergolakkan politik dengan pendekatan imperial, kolonialisasi yang menjamurnya kekuasan yang otokratis dalam berbagai fase kehdidupan.

Prinsip-prinsip tersebut setelah dikumandangkan Hak asasi menjadi dasar kemerdekaan keadilan dan perdamaian dunia, hak asisi mendapat jaminan dan dilundingi didalam hukum guna internasional mendapatkan kebebasan untuk berbicara, beragama dan rasa takut.
Berteluk kepada sejarah masa lalu yang peluh dan kejam, dinamika konflik kuat pada perang dunia II, masyarakat internasional memadang penting mendudukan asas asasi manusia  sebagai puncak tertinggi yang harus dilindungi , maka masyarakat internsional memandang perlu adanya deklarasi yang menyatakan bahwa hak asasi manusia harus bersifat universal. Berdasarkan pasal 68 Piagam PBB, terbentuklah komisi dalam bidnag social dan ekonomi yang memiliki tujuan melindungki dan mendukung masalah hak asasi manusia. Kemudian berlanjut pada terbentuknya  United Nations Comission on Human Rights (UNCHR) pada tahun 1947. Menjelis umu PBB  pada 10 Desember 1948 mengadopsi Deklarasi Universal HAM, akan tetapi tidak terikat oleh hokum. Dipakai pula oleh negara-negara untuk tolak ukur sejauh mana negara-negara melaksanakan hak-hak asasi manusianya. Untuk mendapatkan rasio peradialan HAM maka kita akan kembali pada piagam tersebut, meskipun daya hokum yang lemah setelah teradopsi oleh PBB. Masyarakat global memiliki hal yang besar untuk mencapai peradilan  HAM secara prinsip  dan pengakuan masyarakat lainnya terhadap kamanusian yang harus dijunjung tinggi. Prinsip HAM tersebut meliputi:
  1. Pengakuan terhadap martabat (inherent dignity) dan hak-hak yang sama dan sejajar (equal and inalienable rights)  sebagai dasar dari kemerdekaan, keadialan dan persatuan dunia;
  2. Membangun hubungan yang baik antar bangsa;
  3. Perlindungan HAM dengan rule of law
  4. Persamaan laki-laki dan perempuan;
  5. Kerjasama antara negara dengan PBB untuk mencapai pengakuan universal terhadap
HAM dan kebebasan dasar

Pada 10 November 1948, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB) mulai menyepakati kesepakatan baru. Bertempat di Paris, Perancis, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dicetuskan yang berisi 30 point mendasar deklarasi hak asisi manusia (baca resolusi 217 PBB https://www.komnasham.go.id/files/1475231326-deklarasi-universal-hak-asasi--$R48R63.pdf).

Pasca berakhirnya perang dunia II, konfigurasi tatanan kemanusian dan aspek pemerintahaan mulai diperbaiki serta dikembangkan. Pasal yang tidak mudah bagi daerah yang masih terbatas sumberdaya manusia dan akses layanan vital terbelenggu dalam system yang  sentralistik. Masih alot dengan praktek-praktek yang diperparah dengan rugulasi yang memihak pada pihak-pihak tertentu bagi orang kedua dan pihak korporasi/pemodal. Ketidakadilan masih massif sehingga menimbulkan represifitas negara dengan menciptakan penjara-penjara baru dan sel terselubung yang tidak memihak kepada kemanusian yang telah dipatuhi tadi. Perampasan tanah adat, investasi yang besar-besaran berafeliasi dengan gaya baru dengan kulit yang berbeda. Muatan ini masih hidup pada rentang waktu puluhan tahun, kekuasan dictator dan pempimpin yang otokratis membuat kekebasan terpenjara oleh delik hokum dan moncong senjata.

Dalam hukum humaniter, hak sipil dan politik mendapat perhatian dari masyarakat global daripada hak ekonomi,social dan budaya. Maksudnya adalah untuk menjamin perlindungan bagi setiap orang agar mendapatkan hak, kebebasna dan keadilan sosial yang berkelanjutan. Kesenjangan social yang menimpa masyarakat global memberikan perhatian dan komitmen terhadap perlunya hak ekonomi, social dan budaya menjadi sesuatu yang tak terelakkan, dimana setiap bangsa diwajibkan memposisikan hak dasar manusia dan keadilan sosialnya menjadi tepat yang dijaga dan terus berlanjut.

Manusia dan Hukum

Secara sederhana hukum dideskripsikan sebagai; Peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup bermasyarakat, peraturan yang ditetapkan oleh badan-badan resmi negara, Peraturan yang bersifat memaksa dan, peraturan yang memiliki sanksi yang tegas. Tidak ada manusia yang dapat bebas menjalankan kehidupannya oleh kehendak bebas, ada hukum yang abstrak (alam), hukum adat, dan hukum resmi yang menjadi patokan untuk hidup dan berkarya. Dalam dinamika kehidupan manusia yang berbeda-beda hukum dan hukuman dianggap penting dalam mengntrol manusia agar menekang ketegangan, abnormal, keterikatan peneyimpangan, criminal dan lain sebagainya.

Pantaslah hukuman atas mereka yang bersalah, agar penegakkan keadilan tetap dijunjung, yang bersalah dihukum namun tidak harus sampai dihukum mati? Mengapa demikian karena manusia sebagai konsekensi pencipta, artinya antara kehidupan dan kematian terjadi atas kedaulatan Allah didalam bentuk-bentuk kehidupan yang dilalui oleh setiap insan. Seberapun kesalahan yang dilakukan oleh manusia tegakanlah hukuman dan bukan pembunuhan berdasarkan delik hukum buatan  manusia. Perlakuan hukum ini keluar dari kedaulatan Allah yang merupakan pemilik atas manusia dan kehidupannya.

Cerita diatas akan membawa kita kepada kondisi kehidupan rill yang terjadi disekitar kita, masyarakat penuntut keadilan diburuh, ditangkap bahkan dibunuh secara kasat mata dan misterius, dibunuh oleh manusia yang berpegang kepada asas peradilan hukum yang diciptakan oleh manusia yang mengakui ilah-ilah hukum. Kematian yang terjadi dibalik kepentingan, perampasan massif yang terselubung, ingin menguasai ruang wilayah, permusuhan antar kelompok, konfilik antar individu dan lain sebagainya. Kematian adalah hal terberat dalam kacamata kehidupan, sehingga mengambil nyawa manusia sebanarnya telah melawan Allah dan menjustifikasi diri sebagai Allah. Manusia tidak bisa diduplkasi atau digandakan seperti mudahnya kita menkopi hasil print dalam jumlah yang banyak, manusia adalah makhluk tunggal memilliki sekali kesempatan hidup.

Masih blank dalam pandangan umumnya, bahwa konspirasi dibalik negara bayangan yang dijalankan oleh segelintir orang dunia 1% dari  komunitas global sedang pegang kendali dalam system pemerintahan, keamanan, keuangan, supreme court, industry, dan jaringan perekonomian untuk menambah  kekuasaan, kekuatan dan kejayaan di zaman digital dan menggiring manusia untuk teintegrasi dalam koneksi oleh jejaring yang tengah berjalan. Dalam dagwah dan ajaran yang diajarkan dalam agama telah menuntun kita dalam melihat zaman dan  bentuk-bentuk peradaban yang sedang dan akan terjadi. Perubahan itu menuntun kita dalam mempersiapkan diri tidak hanya masuk dalam kehidupan yang terus berubah tetapi terkoneksi dengan hubungan yang besar dalam pemilik kehidupan yakni menapaki kehidupan kedua setelah kematian. Agama tidak terbatas oleh pandangan kita tentang hasil diksi orang-orang yang memiliki tujuan dibalik agama, tidak kawan milihat agama harus dari kacamata kebenaran, bahwa agama membatu kita agar memiliki perjumpan dan kitalah yang menciptakan hubungan antara individu dan maha pencipta.

Pergulatan system telah membuat orang menjadi kejam dan bahkan pembunuh dan terlindungi hukum, siapa saja pelakunya mungkin hukum harus disalahkan atau mereka yang menegakkan hukum. Sel-sel perlawanan yang dicitakan wabah besar tidak mudah dalam memutuskan mata rantai yang terselubung. Kelas-kelas kehidupan sebaagi prodak kapitalisasi telah menjamur busuk dalam keseimbang manusia yang harus dipadang setara, miliki hak-hak yang sama, memiliki kehendak hidup baik. Pergempuran ini telah melintasi kehidupan yang panjang.

Mari Hidup dalam menjunjung Tinggi kemanusian
Dengan bertagwa lebih mulia
Dengan berbagi lebih berarti
Dengan bersyukur hidup dibumi dan diakhirat
 _____________________________________________________
Ditulis : September 6, 2019