Latar belakang

Jaring Kontrol Geodesi Nasional (JKGN) adalah fondasi utama dari sistem geospasial Indonesia. Titik-titik kontrol geodesi yang tersebar di seluruh Indonsia merupakan acuan resmi dalam pemetaan, survei, dan pembangunan. Keberadaan JKGN memastikan semua peta, baik untuk infrastruktur, pertanahan, batas wilayah, maupun tata ruang, mengacu pada sistem koordinat yang sama. Hal ini sangat penting untuk mewujudkan kedaulatan geospasial. Berdasarkan Peraturan Badan Informasi Geospasial (PerBIG) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Sistem Referensi Geospasial Indonesia, Jaring Kontrol Geodesi (JKG) dibagi menjadi tiga (3) yaitu Jaring Kontrol Horizontal Nasional (JKHN), Jaring Kontrol Vertikal Nasional (JKVN), dan  Jaring Kontrol Gayaberat Nasional (JKGN). JKG direalisasikan menggunakan Titik Kontrol Geodesi (TKG). Pada dasarnya TKG memiliki informasi administratif dan informasi geospasial. Informasi administratif antara lain uraian lokasi kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, dan propinsi. Infromasi geospasial antara lain koordinat geosentrik 3 dimensi, koordinat geodetik,  kecepatan pergeseran, tinggi orthometrik, dan nilai gayaberat. Baca selengkapnya pada Sistem Referensi Geospasial Indonesia oleh Badan Indormasi Geospasial.

Gambar. Titik Jaring Kontrol Geodesi Nasional 2018

Dalam konteks JKGN sebagai kekuatan nasional, memiliki fungsi sebagai instrumen pertahanan dan keamanan negara. Dengan sistem kontrol geodesi yang akurat, Indonesia mampu menetapkan batas darat maupun laut dengan negara tetangga secara sah dan diakui secara internasional. Tanpa jaring kontrol yang kuat, posisi batas negara dapat diperdebatkan, sehingga JKGN berperan langsung dalam menjaga keutuhan wilayah kedaulatan NKRI.

Selain pertahanan, JKGN juga menopang kedaulatan digital dan pembangunan berkelanjutan. Infrastruktur data spasial yang berbasis JKGN menjamin keterpaduan data dalam Kebijakan Satu Peta (One Map Policy). Hal ini mengurangi konflik tata ruang, tumpang tindih izin pemanfaatan lahan, serta memperkuat kontrol negara terhadap sumber daya alam. Dengan data koordinat yang seragam, Indonesia tidak bergantung pada referensi asing dalam mengelola ruangnya.

Teknologi JKGN juga mendukung monitoring geodinamika, termasuk pergerakan lempeng, deformasi kerak bumi, gempa, dan kenaikan muka air laut. Informasi ini krusial untuk mitigasi bencana, yang merupakan bagian dari kedaulatan negara dalam melindungi rakyatnya. Dengan sistem CORS (Continuously Operating Reference Station) yang dikelola BIG, Indonesia dapat memantau posisi dengan akurasi tinggi secara real time, sehingga memperkuat ketahanan nasional terhadap ancaman bencana alam.

Dari sisi strategis, JKGN menjadikan Indonesia setara dengan negara lain dalam diplomasi geospasial. Data posisi yang berbasis sistem referensi nasional (SRGI) sekaligus terintegrasi dengan sistem global (ITRF) memastikan bahwa Indonesia memiliki legitimasi dalam forum internasional terkait batas wilayah, perubahan iklim, hingga kerja sama riset. Dengan demikian, JKGN bukan sekadar instrumen teknis, melainkan alat geopolitik yang memperkuat posisi Indonesia di dunia.

JKGN Masih Indonesia Barat sentris.

Pembangunan Jaring Kontrol Geodesi Nasional (JKGN) di Indonesia memang masih belum merata. Sebagian besar titik kontrol geodesi, terutama CORS (Continuously Operating Reference Station) dan titik-titik orde tinggi, terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumadra. Hal ini diwajarkan karena misalnya Jawa dianggap sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, dan infrastruktur teknologi, namun hal ini kemudian menimbulkan kesenjangan spasial dalam penyediaan data geodesi nasional.

Ketidakadilan ini berimplikasi pada keterbatasan akses data geospasial di wilayah luar Jawa seperti Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Maluku. Padahal, daerah-daerah ini memiliki wilayah yang lebih luas, sumber daya alam yang sangat besar, dan menjadi lokasi penting untuk pengelolaan hutan, perbatasan negara, serta pembangunan strategis. Ketimpangan distribusi titik JKGN membuat aktivitas pemetaan dan survei di luar Jawa cenderung lebih mahal dan kurang akurat karena minim referensi langsung.

Dari sisi kedaulatan ruang, ketidakmerataan ini cukup mengkhawatirkan. Batas wilayah darat maupun laut Indonesia sebagian besar justru berada di kawasan luar Jawa. Jika jaring kontrol geodesi kurang tersedia di daerah-daerah tersebut, maka akurasi penetapan batas negara dapat dipengaruhi, sehingga berpotensi melemahkan posisi Indonesia dalam diplomasi batas wilayah. Hal ini juga dapat memperlambat implementasi Kebijakan Satu Peta (One Map Policy) di kawasan terpencil.

Selain itu, ketidakadilan distribusi JKGN berdampak pada lambatnya pembangunan berbasis data spasial di daerah. Wilayah di luar Jawa sangat membutuhkan data geospasial akurat untuk mendukung perencanaan tata ruang, pembangunan infrastruktur, mitigasi bencana, serta pemantauan lingkungan. Namun karena akses terhadap titik kontrol terbatas, daerah-daerah tersebut sering bergantung pada pengolahan data dari pusat, yang memperpanjang birokrasi dan menambah biaya. Misalnya saja ketersedian peta dasar rupa bumi lebih kecil didaerah diluar Jawa ketimbang di pulau Jawa yang lebih besar, detail dan lengkap.

Penutup

Untuk mengatasi ketidakadilan titik kontrol geodesi diseluruh negeri, perlu strategi percepatan pembangunan JKGN secara merata dan berkeadilan, dengan memperluas jaringan CORS dan titik kontrol orde tinggi di luar Jawa. Papua, Kalimantan, Sulawesi, dan wilayah kepulauan terluar harus menjadi prioritas, mengingat posisinya yang strategis bagi pertahanan dan pemanfaatan sumber daya alam. Distribusi JKGN yang merata, mendorong tiap daerah dalam mewujudkan kedaulatan ruang yang benar-benar inklusif dan tidak terpusat hanya di Jawa.

Secara keseluruhan, Jaring Kontrol Geodesi Nasional adalah pilar kedaulatan ruang Indonesia. Sarana menjamin konsistensi data spasial, memperkuat batas wilayah, mendukung pembangunan berkelanjutan, melindungi rakyat dari bencana, serta meningkatkan daya tawar Indonesia dalam percaturan global. Dengan terus memperkuat dan memperluas JKGN, Indonesia tidak hanya membangun infrastruktur geospasial, tetapi juga memastikan bahwa setiap jengkal ruang nusantara benar-benar berada dalam kendali bangsa sendiri.

 Referensi:

  1. Peraturan Badan Informasi Geospasial Nomor 13 Tahun 2021 tentang Sistem Referensi Geospasial Indonesia
  2. Jaring Kontrol Geodesi Nasional BIG, Sistem Referensi Geospasial Indonesia
  3. Shapefile Jaring Kontrol Geodesi Terbaru, LapkGIS, Shapefile Jaring Kontrol Geodesi Terbaru - Lapak GIS

Holandia, 28 Agustus 2025
Romyforest